MAKALAH MIKROBIOLOGI PANGAN
CANDIDA KRUSEI
CANDIDA KRUSEI
Oleh:
Andriana Murdi H. 22030110120035
Liem Felicia O. 22030110130068
Regina A. Rodriques 22030110141009
Ruth Karlina 22030110141022
Andriana Murdi H. 22030110120035
Liem Felicia O. 22030110130068
Regina A. Rodriques 22030110141009
Ruth Karlina 22030110141022
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2012
I. Pendahuluan
Khamir (yeast) adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi yang dibedakan bentuknya dari kapang karena berbentuk uniseluler. Reproduksi vegetatif khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibanding kapang yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Pertumbuhan khamir pada media bahan pangan tergantung pada sifat fisiologisnya, umumnya khamir tumbuh pada kondisi cukup air dan tidak berlebihan (Anonymous 2009).
Khamir sangat mudah dibedakan dengan mikroorganisme lain karena jika dibandingkan dengan bakteri, khamir mempunyai ukuran sel yang lebih besar dan morfologi yang berbeda. Sedangkan dengan protozoa, khamir mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan fotosintesis bila dibandingkan dengan ganggang atau algae. Dibandingkan dengan kapang dalam pemecahan bahan komponen kimia, khamir lebih efektif memecah dan memiliki permukaan lebih luas serta volume hasilnya lebih banyak.
Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya, yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan karbondioksida dan air.
Khamir digolongkan dalam tiga familia yaitu Saccharomyecetaceae, Sporabolomycetaceae, dan Cryptococcaceae. Ciri khas organisme ini adalah reproduksi vegetatifnya yang disebut budding atau penyembulan meskipun reproduksi dengan pembelahan dan pembentukan spora dapat berlangsung namun akan selalu terdapat cara budding. Reproduksi seksual terjadi dengan perkawinan yang diikuti dengan produksi spora seksual yang terletak pada kantung spora yang disbut askus. Khamir sering dijumpai dalam bentuk tunggal, tapi bila sel anaknya tidak lepas dari sel induk setelah pembelahan, maka akan terjadi bentuk yang disebut pseudomiselium (Schelegel, 1994). Jenis Candida krusei dimasukkan pada Saccharomyecetaceae
Candida krusei adalah suatu jenis khamir yang memiliki genus sama dengan C. Albicans, yang menjadi penyebab utama infeksi atau peradangan pada manusia. Menurut Wickets, C. Krusei berbentuk batang atau basil dan memiliki 5 buah kromosom. C. krusei dapat tumbuh optimal pada suhu 37oC. C. Krusei melakukan fermentasi glukosa, melalui test urease didapat hasil positif (+) hal ini menunjukkan bahwa C. Krusei menghasilkan enzim urease. (Lay, B.W., 1994)
Khamir sangat mudah dibedakan dengan mikroorganisme lain karena jika dibandingkan dengan bakteri, khamir mempunyai ukuran sel yang lebih besar dan morfologi yang berbeda. Sedangkan dengan protozoa, khamir mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan fotosintesis bila dibandingkan dengan ganggang atau algae. Dibandingkan dengan kapang dalam pemecahan bahan komponen kimia, khamir lebih efektif memecah dan memiliki permukaan lebih luas serta volume hasilnya lebih banyak.
Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya, yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan karbondioksida dan air.
Khamir digolongkan dalam tiga familia yaitu Saccharomyecetaceae, Sporabolomycetaceae, dan Cryptococcaceae. Ciri khas organisme ini adalah reproduksi vegetatifnya yang disebut budding atau penyembulan meskipun reproduksi dengan pembelahan dan pembentukan spora dapat berlangsung namun akan selalu terdapat cara budding. Reproduksi seksual terjadi dengan perkawinan yang diikuti dengan produksi spora seksual yang terletak pada kantung spora yang disbut askus. Khamir sering dijumpai dalam bentuk tunggal, tapi bila sel anaknya tidak lepas dari sel induk setelah pembelahan, maka akan terjadi bentuk yang disebut pseudomiselium (Schelegel, 1994). Jenis Candida krusei dimasukkan pada Saccharomyecetaceae
Candida krusei adalah suatu jenis khamir yang memiliki genus sama dengan C. Albicans, yang menjadi penyebab utama infeksi atau peradangan pada manusia. Menurut Wickets, C. Krusei berbentuk batang atau basil dan memiliki 5 buah kromosom. C. krusei dapat tumbuh optimal pada suhu 37oC. C. Krusei melakukan fermentasi glukosa, melalui test urease didapat hasil positif (+) hal ini menunjukkan bahwa C. Krusei menghasilkan enzim urease. (Lay, B.W., 1994)
II. Taksonomi dari Candida krusei
Kingdom = Fungi
Phlyum = Ascomycota
Subphylum =Saccharomycotina
Class = Saccharomycetes
Order = Saccharomycetales
Family = Saccaromycetaceae
Genus = Candida
Species = C. Krusei
Phlyum = Ascomycota
Subphylum =Saccharomycotina
Class = Saccharomycetes
Order = Saccharomycetales
Family = Saccaromycetaceae
Genus = Candida
Species = C. Krusei
Memiliki nama Ilmiah Issatchenkia orientalis dengan nama sinonimnya Candida krusei. Nama lain dari jamur ini adalah Candida acidothermophilum, Pichia kudriavzevii, Pichia kudriavzevii Boidin, (Pignal & Besson 1965), dan Saccharomyces spp.
III. Morfolgi
Morfologi makrospkopis: berbentuk koloni, halus, dapat tumbuh sampai 42 o C (diisolasikan pada agar), dan tidak bisa tumbuh pada media yang mengandung cycloheximide.
Morfologi mikroskopis: diinkubsikan pada suhu 25°C pada olahan jagung selama 72 jam, menunjukkan pertumbuhan pseudohyphae yang berlebihan dengan bentuk cabang yang sedang.
Morfologi mikroskopis: diinkubsikan pada suhu 25°C pada olahan jagung selama 72 jam, menunjukkan pertumbuhan pseudohyphae yang berlebihan dengan bentuk cabang yang sedang.
Gbr. 1,2,3 Morfologi Candida krusei atau Issatchenkia orientalis
Berbeda dengan mayoritas spesies Candida lainnya yang berbentuk bulat telur, sel-sel C. Krusei umumnya memanjang dan memiliki penampilan "panjang beras" (batang atau basil). C. Krusei memiliki dinding sel berlapis-lapis yang terdiri dari enam lapisan dan beberapa organel seperti vesikel kecil, droplet lipid, ribosom dan kelompok granula intra-sitoplasma, seperti glikogen. Dinding sel berlapis-lapis terdiri dari sebuah mantel luar yang tidak teratur dan berambut. Lapisan luar berambut muncul di beberapa isolat sebagai ekstensi ekstraseluler yang menghubungkan sel-sel individual, terutama selama pertumbuhan koloni pada media padat.
IV. Kegunaan
C. krusei ditemukan pada tanah di Jepang, yoghurt di Portugal, bir Jahe di Afrika Barat, pada fermentasi kokoa di Ghana dan India Barat, miso homare di jepang, fermentasi ekstrak tamarin, ragi roti di Finlandia, bir teh, jus buah, dll.
1. Fermentasi biji kakao
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kakao, sebagian besar produksi kakao Indonesia diekspor dengan tujuan Amerika, Singapura, Malaysia, Brasil, dan Cina. Namun konsumen pasar Eropa menilai mutu kakao Indonesia sangat kurang, sehingga ekspor kakao Indonesia selain tidak mendapat premi juga mengalami penurunan harga yang cukup tinggi. Mutu yang kurang disebabkan karena kandungan lemak biji kakao Indonesia yang rendah sekitar 50% – 52% dari berat kering, sedangkan pada umumnya yang dikehendaki pasar Eropa adalah biji kakao yang berkadar lemak tidak kurang dari 55% dari berat kering. Selain itu biji kakao Indonesia tidak memiliki aroma khas kakao, dikarenakan biji kakao tidak difermentasikan terlebih dahulu (Atmana,1996).
Pentingnya fermentasi pada biji kakao dikarenakan pada proses ini dihasilkan calon senyawa aroma khas cokelat. Selain itu selama proses ini terjadi penurunan kadar polifenol yang dapat menurunkan rasa kelat (pahit), namun proses fermentasi tidak boleh berlebihan (over fermentation) karena selain merusak citarasa dan aroma, juga akan terjadi pembentukan warna yang berlebihan. Perubahan senyawa selama fermentasi ini tidak lepas dari aktivitas enzimatis mikroorganisme, yang berperan untuk memecah gula menjadi alkohol dan selanjutnya terjadi pemecahan alkohol mejadi asam asetat. Pada awal fermentasi, mikroorganisme yang aktif adalah khamir (yeast) yang memecah sukrosa, glukosa dan fruktosa menjadi etanol. Bersamaan dengan hal itu, terjadi pula pemecahan pektin dan metabolisme asam organik. Aktivitas selanjutnya dilakukan beberapa jenis bakteri asam laktat dan asam asetat yang memecah etanol menjadi asam laktat. Selain itu juga dihasilkan asam asetat, dan asam organik lain seperti asam sitrat dan malat (Atmana, 2000).
Dalam produksi, coklat harus difermentasi untuk menghilangkan rasa pahit dan mencegah agar coklat tidak pecah. Hal tersebut dilakukan oleh Candida krusei (Yoga Wirantara.2008). Dalam peranan spesies, Candida krusei digunakan dalam penghilang rasa pahit dalam biji kakao yang bisa membuat coklat yang di produksi dalam pemasarannya tidak mengandung rasa pahit seperti biji kakao yang sebenarnya.
Biji kakao merupakan bahan mentah dalam rantai proses produksi coklat. Biji kakao ini terdapat didalam kantong buah kakao itu sendiri pada pohon Theobroma cacao, yang biasa ditanam pada daerah tropis. Setelah masa panen, bijinya dikeluarkan dari buahnya dan ditempatkan dalam kotak-kotak kayu, pada nampan yang ditutupi dengan daun dari pohon kakao.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kakao, sebagian besar produksi kakao Indonesia diekspor dengan tujuan Amerika, Singapura, Malaysia, Brasil, dan Cina. Namun konsumen pasar Eropa menilai mutu kakao Indonesia sangat kurang, sehingga ekspor kakao Indonesia selain tidak mendapat premi juga mengalami penurunan harga yang cukup tinggi. Mutu yang kurang disebabkan karena kandungan lemak biji kakao Indonesia yang rendah sekitar 50% – 52% dari berat kering, sedangkan pada umumnya yang dikehendaki pasar Eropa adalah biji kakao yang berkadar lemak tidak kurang dari 55% dari berat kering. Selain itu biji kakao Indonesia tidak memiliki aroma khas kakao, dikarenakan biji kakao tidak difermentasikan terlebih dahulu (Atmana,1996).
Pentingnya fermentasi pada biji kakao dikarenakan pada proses ini dihasilkan calon senyawa aroma khas cokelat. Selain itu selama proses ini terjadi penurunan kadar polifenol yang dapat menurunkan rasa kelat (pahit), namun proses fermentasi tidak boleh berlebihan (over fermentation) karena selain merusak citarasa dan aroma, juga akan terjadi pembentukan warna yang berlebihan. Perubahan senyawa selama fermentasi ini tidak lepas dari aktivitas enzimatis mikroorganisme, yang berperan untuk memecah gula menjadi alkohol dan selanjutnya terjadi pemecahan alkohol mejadi asam asetat. Pada awal fermentasi, mikroorganisme yang aktif adalah khamir (yeast) yang memecah sukrosa, glukosa dan fruktosa menjadi etanol. Bersamaan dengan hal itu, terjadi pula pemecahan pektin dan metabolisme asam organik. Aktivitas selanjutnya dilakukan beberapa jenis bakteri asam laktat dan asam asetat yang memecah etanol menjadi asam laktat. Selain itu juga dihasilkan asam asetat, dan asam organik lain seperti asam sitrat dan malat (Atmana, 2000).
Dalam produksi, coklat harus difermentasi untuk menghilangkan rasa pahit dan mencegah agar coklat tidak pecah. Hal tersebut dilakukan oleh Candida krusei (Yoga Wirantara.2008). Dalam peranan spesies, Candida krusei digunakan dalam penghilang rasa pahit dalam biji kakao yang bisa membuat coklat yang di produksi dalam pemasarannya tidak mengandung rasa pahit seperti biji kakao yang sebenarnya.
Biji kakao merupakan bahan mentah dalam rantai proses produksi coklat. Biji kakao ini terdapat didalam kantong buah kakao itu sendiri pada pohon Theobroma cacao, yang biasa ditanam pada daerah tropis. Setelah masa panen, bijinya dikeluarkan dari buahnya dan ditempatkan dalam kotak-kotak kayu, pada nampan yang ditutupi dengan daun dari pohon kakao.
Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi biji kakao yaitu khamir, bakteri asam cuka, dan bakteri asam laktat. Dengan aktivitas ketiga jenis mikroorganisme ini menyebabkan adanya perubahan enzimatis selama fermentasi. Pada bagian pulp buah (daging buah) terjadi perombakan gula menjadi alkohol oleh khamir dan perombakan alkohol menjadi asam cuka oleh bakteri asam cuka atau bakteri asam susu (Heddy, 1990). Menurut Atmana (1996) dan Nada (1999), pada tahap awal fermentasi mikroorganisme yang paling aktif adalah khamir.
Gbr. 4 Peranan Candida krusei dalam produksi coklat
Gbr. 4 Peranan Candida krusei dalam produksi coklat
Khamir tersebut bereproduksi setiap jam, dan dengan segera menghasilkan beribu-ribu sel jamur individu di suatu area kecil, yang menghasilkan enzim untuk untuk memecah pulp di luar biji (Yoga Wirantara.2008). Hal ini membuat asam asetat, membunuh embrio di dalam biji kakao, pengembangan aroma cokelat dan menghilangkan kepahitan dalam kacang. (Anonymous.2011). Selain itu kehadiran C. krusei juga mempertahankan aktivitas bakteri asam laktat yang berperan dalam fermentasi biji kakao. ( Roostita L. Balia.2004)
Gbr. 5 Pembuatan Tempat Fermentasi Coklat
Untuk menghancurkan dan menghilangkan rasa pahit pada biji kakao, digunakan 2 jenis jamur, C. krusei dan Geotrichum. Biasanya kedua jamur sudah hadir pada benih dan bibit tanaman kakao. Proses fermentasi, yang memakan waktu sampai tujuh hari, juga memproduksi prekursor beberapa rasa, akhirnya mengakibatkan rasa coklat.
2. Pembuatan wine
Asam malat dan asam tartat merupakan asam organik yang banyak dihasilkan jus anggur dan wine. Didapat 3-7 mg/ml asam tartat dan 1-10 mg/ml asam malat dari proses pembuatan wine (Ruffner,1982). Kedua asam ini tidak hanya mempengaruhi 70-90% asam organik lain pada jus anggur dan wine tapi juga mempengaruhi rasa dan kualitas wine (Beelman and Gallander, 1979; Ruffner, 1982; HenickKling, 1993; Radler, 1993; Gao and Fleet, 1995). Hasil yang baik disesuaikan dengan tingkat keasaman dengan rasa dan warna yang optimal (Volschenk et al.,1997, 2001).
Asam malat dan asam tartat merupakan asam organik yang banyak dihasilkan jus anggur dan wine. Didapat 3-7 mg/ml asam tartat dan 1-10 mg/ml asam malat dari proses pembuatan wine (Ruffner,1982). Kedua asam ini tidak hanya mempengaruhi 70-90% asam organik lain pada jus anggur dan wine tapi juga mempengaruhi rasa dan kualitas wine (Beelman and Gallander, 1979; Ruffner, 1982; HenickKling, 1993; Radler, 1993; Gao and Fleet, 1995). Hasil yang baik disesuaikan dengan tingkat keasaman dengan rasa dan warna yang optimal (Volschenk et al.,1997, 2001).
Asam malat dan asam tartat merusak kualitas wine karena mempengaruhi keasaman rasa wine dan mengontaminasi bakteri asam laktat, yang akan menyebabkan kebusukan wine setelah proses pembotolan. C. krusei (Issatchenkia orientalis) merupakan khamir acidophilic yang dapat mendegradasi asam malat secara efisien, sehingga membantu dalam proses pembuatan wine.
3. Kontrol pasca panen mangga
Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Penz. dan Sacc. merupakan jamur (fungal) patogen penyebab antraknosa mangga, yang mengurangi kualitas dan daya jual buah. Mangga mentah dan hijau belum menunjukkan gejala terkena jamur patogen ini, tapi menjelang masa pematangan, terlihat bercak coklat tua atau hitam.
Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Penz. dan Sacc. merupakan jamur (fungal) patogen penyebab antraknosa mangga, yang mengurangi kualitas dan daya jual buah. Mangga mentah dan hijau belum menunjukkan gejala terkena jamur patogen ini, tapi menjelang masa pematangan, terlihat bercak coklat tua atau hitam.
Biasanya digunakan semprotan kimia sebelum dipanen untuk menghilangkan antraknosa. Namun penggunaan kimia dapat menghasilkan residu beracun. Dengan penggunaan Issatchenkia orientalis dapat mengontrol antraknosa mangga pasca panen, dengan mencegah pertumbuhan hifa dan germinasi spora Colletotrichum gloeosporoides.
Gbr. 6 Monograf SEM menunjukkan sel khamir pada permukaan mangga setelah inkubasi 5 hari.
Gbr. 7 Permukaan spora mulai mencekung
.
Gbr. 8 Sel khamir menempel pada permukaan spora C. Gloeosporioides
Gbr. 9 Penambahan Issatchenkia orientalis ditambah perlakuan dengan air panas (hot water treatment) merupakan cara yang paling efektif untuk menghilsngkan lesi antraknosa.
4. Kontrol panen pada grape berry
Beberapa khamir antagonis telah diisolasikan dari buah dan sayur-sayuran sebagai agen biokontrol. Ditemukan strain Issatchenkia orientalis 16C2 dan 2C2 dari grape berry (Vitis vinifera L. Cv. Negroamaro) yang efektif dalam mengurangi kolonisasi dari Aspergillus carbonarius dan Aspergillus niger dalam buah tersebut.
V. Kerugian
Penyebab utama infeksi atau peradangan pada manusia.
Tanda-tanda yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh C. krusei adalah berupa bercak putih pada mulut atau lidah. Bila membran diangkat akan tampak dasar yang kemerahan dan erosif, serta berupa retakan kulit pada sudut mulut, terasa perih dan nyeri bila tersentuh makanan atau air.
Pemeriksaan untuk mengidentifikasi C. Krusei adalah pemeriksaan langsung melalui kerokan kulit, sputum (lendir atau dahak), tinja, urin, sekret vagina yang diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram yang terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu. Bisa juga dengan pemeriksaan biakan, yaitu bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dektrosa glukosa sabouraud, lalu diberi antibiotik (mencegah pertumbuhan bakteria), disimpan pada suhu 37oC selama 24 jam.
Tanda-tanda yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh C. krusei adalah berupa bercak putih pada mulut atau lidah. Bila membran diangkat akan tampak dasar yang kemerahan dan erosif, serta berupa retakan kulit pada sudut mulut, terasa perih dan nyeri bila tersentuh makanan atau air.
Pemeriksaan untuk mengidentifikasi C. Krusei adalah pemeriksaan langsung melalui kerokan kulit, sputum (lendir atau dahak), tinja, urin, sekret vagina yang diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram yang terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu. Bisa juga dengan pemeriksaan biakan, yaitu bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dektrosa glukosa sabouraud, lalu diberi antibiotik (mencegah pertumbuhan bakteria), disimpan pada suhu 37oC selama 24 jam.
VI. Daftar Pustaka
1. Stewart-tull. Issatchenkia orientalis. 1966. CBS-KNAW Fungal Biodiversity Centre.
2. Anonimous. Issatchenkia orientalis Taxonomy.Uniprot.
Available fromURL :
http://www.uniprot.org/taxonomy/4909
3. Jomduang, Jinantana dan Vicha Sardsud. Issatchenkia orientalis-Postharvest Application pf the Yeast Issatchenkia orientalis Anthracnose Mango (Jurnal). Rajamangala University of Technology, Lanna.
4. Samaranayake, Yuthika dan L.P. Samaranayake. Candida krusei: Biology, epidemioly, pathogenicity and clinical manifestations of an emerging pathogen (Artikel). Review Article : Clinical Mycology.
5. Wirantara, Yoga. Candida krusei. 2008. Fakultas Farmasi Univeritas Sanata Dharma: Farmasi USD.
6. Kim, Dong-Hwan, Young-Ah Hong dan Heui-Dong Park. 2008. Co-fermentation of grape must by Issatchenkia orientalis and Saccharomyces cerevisiae reduces the malic acid content in wine (Jurnal). Springer Science: Biotechnology Letters Vol. 30 No. 9 .
7. Chanchaichaovivat,Arun dan Pintip Ruenwongsa. 2007. Screening and identification of yeast strains from fruits and vegetables: Potential for biological control of postharvest chili anthracnose-Colletotrichum capsici (Jurnal). Thailand : Mahidol University.
8. C.P., Kurtzman dan J. W. Fell (ed). 2000. The Yeasts (Studi Taksonomi). Amsterdam:Elsevier Scientific B. V.
9. R. , Pelletier dkk. 2005. Emergence of disseminated candidiasis caused by Candida krusei during treatment with caspofungin (Jurnal). Med Mycol.
2. Anonimous. Issatchenkia orientalis Taxonomy.Uniprot.
Available fromURL :
http://www.uniprot.org/taxonomy/4909
3. Jomduang, Jinantana dan Vicha Sardsud. Issatchenkia orientalis-Postharvest Application pf the Yeast Issatchenkia orientalis Anthracnose Mango (Jurnal). Rajamangala University of Technology, Lanna.
4. Samaranayake, Yuthika dan L.P. Samaranayake. Candida krusei: Biology, epidemioly, pathogenicity and clinical manifestations of an emerging pathogen (Artikel). Review Article : Clinical Mycology.
5. Wirantara, Yoga. Candida krusei. 2008. Fakultas Farmasi Univeritas Sanata Dharma: Farmasi USD.
6. Kim, Dong-Hwan, Young-Ah Hong dan Heui-Dong Park. 2008. Co-fermentation of grape must by Issatchenkia orientalis and Saccharomyces cerevisiae reduces the malic acid content in wine (Jurnal). Springer Science: Biotechnology Letters Vol. 30 No. 9 .
7. Chanchaichaovivat,Arun dan Pintip Ruenwongsa. 2007. Screening and identification of yeast strains from fruits and vegetables: Potential for biological control of postharvest chili anthracnose-Colletotrichum capsici (Jurnal). Thailand : Mahidol University.
8. C.P., Kurtzman dan J. W. Fell (ed). 2000. The Yeasts (Studi Taksonomi). Amsterdam:Elsevier Scientific B. V.
9. R. , Pelletier dkk. 2005. Emergence of disseminated candidiasis caused by Candida krusei during treatment with caspofungin (Jurnal). Med Mycol.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.